KRITIK MEMBANGUN UNTUK RAJA JAWA
Pernyataan bersama Mas Kumitir & Wong Alus
Bagaimana memajukan negeri kita agar bisa setara dengan negeri-negeri lainnya seperti China dan Jepang yang memiliki cadangan devisa terbesar di dunia? Salah satu hal yang kami sepakati adalah diperlukan sebuah revolusi budaya di negeri kita. Kenapa harus budaya? Sebab intisari budaya adalah pola pikir, perilaku, kebiasaan yang sudah berakar kuat dalam kurun waktu yang panjang. Pola pikir para anak bangsa yang cenderung tidak kreatif, tidak inovatif dan secara salah menafsirkan harapan hidup pada akhirnya melahirkan generasi yang tidak memahami sangkan paraning dumadi.
Inilah masa sekarang. Generasi yang dimanja oleh situasi yang memang membius mereka dalam kemudahan dan tidak mengenal proses perjuangan untuk merengkuh kebebasan dan kemerdekaan. Pengembangan diri bersifat pragmatis dan materialistis yang hanya ditujukan untuk meraih prestasi dan melupakan pengembangan diri yang bertumpu pada budaya keindonesiaan kita.
Siapa yang harusnya memulai untuk mengadakan gerakan REVOLUSI BUDAYA? Menurut hemat kami, yang harus mengawali adalah meraka yang selama ini hidup di sentra, kantong, dan EPISENTRUM BUDAYA. Siapa lagi kalau bukan PARA RAJA dan PARA KERABAT DAN SENTANA DALEM. Raja tidak hanya simbol, merekalah yang menggenggam RUH BUDAYA karena dari sala sesungguhnya dimulainya BUDAYA.
PARA RAJA JAWA (KHUSUSNYA RAJA DI KRATON KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT, RAJA DI KRATON PURI PAKUALAMAN, RAJA DI KRATON MANGKUNEGARAN, RAJA DI KRATON KASUNANAN SURAKARTA) kini tidak mampu lagi menempatkan dirinya dalam kancah perubahan budaya di masyarakat modern.
Mereka terpaku dan hanya jadi penonton perubahan budaya yang berlangsung cepat. Mereka tidak mampu menjadi PENGGERAK BUDAYA yang konon sangat adiluhung. Bagaimana bisa menjadi penggerak budaya bila kita semua hidup semakin HEDONISTIK DAN FEODALISTIK?
Para raja itu masih hidup tapi tidak memiliki semangat untuk menjadikan masyarakat yang berbudaya Jawa tersebut maju, berilmu tinggi dan mampu mengolah rasa/dzikir dan pikir mereka sehingga menjadikan budaya sebagai basis pengembangan diri. Masyarakat yang kehilangan JATI DIRI BUDAYA tempat dimana dulu mereka dilahirkan akan tumbuh sebagai masyarakat yang anti peradaban dan cenderung hanya menyerap peradaban modern tanpa disaring.
Budaya membaca, menulis, mengolah diri menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan sesuai dengan jati diri bangsa kian lama kian hilang. Padahal di dalam khasanah budaya Jawa kita mengenal kearifan lokal bagaimana hidup di tengah perubahan yang cepat.
Kami telah berusaha keras untuk mendapatkan berbagai kitab-kitab Jawa kuno baik berupa manuskrip, fotokopi, atau buku aslinya tapi itu lebih banyak kami dapat dari buku-buku yang dijual dipinggir jalan. Sementara buku0buku yang ada di Kraton yang kami yakini masih bertumpuk di gudang-gudang semakin dimakan kutu buku dan rayap.
Keraton -sejauh kami tahu- tidak memiliki niat untuk membuka akses buku-buku babon dari para pujangga Jawa. Para Raja, Para Kerabat dan Para Sentono Dalem tidak memiliki keinginan sedikitpun untuk MBEBER KAWICAKSANAN dan selama ini lebih cenderung untuk HANYA MENYIMPAN DALAM GUDANG SAJA.
Inikah FUNGSI KRATON SEBAGAI SARANA UNTUK NGURI-URI KEBUDAYAAN JAWA YANG ADILUHUNG ITU? Bila Kraton dan juga para Raja menyadari fungsinya sebagai penggerak dan pelumas bergeraknya budaya, harusnya mereka membuka akses kepada masyarakat seluas-luasnya untuk mendapatkan informasi termasuk juga mendapatkan KUNCI MASUK KE PERPUSTAKAAN KRATON.
Menyimpan buku-buku/naskah-naskah kuno dan menganggapnya sebagai JIMAT adalah sangat bertentangan dengan membangun budaya dan secara umummembangun bangsa. Sebab membangun bansa diperlukan gotong royong yang erat berdasarkan profesi dan kompetensinya masing-masing. Bila budayawan Jawa saja kesulitan untuk mendapatkan akses ke kraton, mana bisa mereka mengetahui nilai-nilai buday Jawa jaman dahulu bila tidak dari buku-buku kuno?
BUDAYA bukanlah hanya HASIL, sebagaimana candi-candi, rumah-rumah adat, kitab-kitab kuno, adat istiadat, benda-benda seni dan lainnya. Budaya adalah sebuah PROSES yang terjadi di masyarakat yang harus terus BERINOVASI dan memiliki ENERGI KREATIF yang besar untuk memajukan kemanusiaan yang lebih manusiawi, yang memiliki rasa kebertuhanan yang lanjut dan hingga sampai kesimpulan penghayatan hidup.
Untuk mengetahui HAKIKAT BUDAYA, kita memerlukan sebuah proses MEMBACA DAN MENULIS. Baik membaca KITAB YANG TERTULIS, maupun membaca dalam arti yang luas yaitu MEMBACA KITAB TIDAK TERTULIS, yaitu ALAM SEMESTA beserta ciptaanNya. Sementara MENULIS berarti mengadakan PERENUNGAN dan MENGOLAH DENGAN AKAL PIKIR hingga kemudian berlanjut ke tahap MELAKUKAN DALAM PERILAKUNYA SENDIRI-SENDIRI.
Sebagai bagian dari semangat NGANGSU KAWRUH itulah maka, sudah pada tempatnya bila PARA RAJA DI RAJA (KHUSUSNYA RAJA DI KRATON KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT, RAJA DI KRATON PURI PAKUALAM, RAJA DI KRATON MANGKUNEGARAN, RAJA DI KRATON KASUNANAN SURAKARTA) membuka akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk MEMPELAJARI kitab-kitab kuno yang hingga saat ini masih tersimpan erat dalam gudang-gudang mereka.
Demikian uneg-uneg dari kami, semoga para RAJA JAWA menyadari KEMBALI PERANNYA SEBAGAI PEMIMPIN KHALIFAH DI MUKA BUMI, PENYANGGA BUMI, PENATA AGAMA, Mohon maaf bila tidak berkenan dan MONGGO KEPADA REKAN-REKAN YANG SEGARIS PERJUANGAN UNTUK BERGABUNG DENGAN KAMI DALAM GERAKAN REVOLUSI BUDAYA JAWA INI.
Hormat kami,
Ttd
Mas Kumitir alangalangkumitir.wordpress.com
Wong Alus wongalus.wordpress.com
sabdalangit says:
June 9, 2009 at 4:29 pm
SALAM HORMATKU KEPADA KI WONGALUS & MAS KUMITIR
Saya selalu menyimak dengan cermat di manapun panjenengan berdua selalu menggores pena, disitulah tampak sumunaring surya, pencerahan demi pencerahan, bagaikan kekuatan aufclarung yang begitu dahsyat. Memang benar apa yang panjenengan katakan. Kerajaan di Nusantara, baik yang ada di pulau Jawa dan luar Jawa, masih banyak sekali terdapat kerajaan. Namun kerajaan bagaikan sangkar yang tiada penghuninya lagi. Kerajaan yang hilang gaungnya. Raja lebih menikmati berbisnis dan berpolitik. Kepedulian terhadap perannya sebagai cagar budaya Jawa, Melayu, dan yang lainnya sudah terbengkalai. Jika di zaman dahulu Raja berperan pula sebagai seorang spiritualis handal, kini hanyalah simbolisme tanpa makna. Ibarat harimau kehilangan taringnya. Padahal, kelak negeri ini akan mencapai kejayaannya kembali, manakala masing2 suku bangsa kembali menghayati dan melestarikan kearifan lokal, memiliki jiwa apresiasi tinggi terhadap seni dan budaya serta tradisi yg indah sekali. Kita telah mendapat pelajaran berharga bagaimana bangsa bangsa di
Asia yakni Cina, Jepang, India, Korea, Taiwan, Thailand, mereka dapat eksis berkat kekuatan akan jatidiri bangsa yg tidak mudah terombang-ambing nila-nilai asing yg melahirkan diskrepansi dengan akar budi daya setempat. Bangsa menjadi kehilangan arah dan jatidiri, bangsa yg serba salah tingkah, tdk sinergis dan harmonis dengan keadaan alam sekitar. Pada gilirannya, bangsa ini benar-benar menjadi bangsa tercerabut dari akarnya, limbung lalu jatuh tersungkur. Semoga pencerahan demi pencerahan disuarakan oleh para generasi muda bangsa, yg masih memiliki semangat dan energi yg tak kenal lelah.
Dengan adanya uneg-uneg di atas semoga menjadi pintu pembuka kesadaran bagi semua pihak yg bertanggungjawab atas pelestarian budaya dan ragam kekayaan nusantara peninggalan nenek moyang. Betapa ilmu setinggi apapun tak akan bermanfaat sedikitpun bila hanya tersimpan rapat di “gudang”. Dapat dibayangkan, bila buku2 kuno yg sangat tinggi nilai filosofinya hanya “bermanfaat” untuk pakan rayap dan lengit.
Salam asah asih asuh
sabdalangit
dBo says:
June 10, 2009 at 2:41 am
Luar biasa, sebuah uraian hasil analisa super-kritis dari kadang sutersnaku mas Alus dan mas Kumitir…
Proses PENGHANCURAN-BUDAYA yang terjadi diberbagai belahan dunia termasuk ‘NKRI’, sebenarnya telah dimulai sejak abad ke-13 (contoh: sejarah Iran dan tentu saja di Jawa/Singhasari) dan lebih meluas lagi pada awal abad pertengahan yang terkenal dengan gerakan Renaissance/Pencerahan (dbo911mosaik.wordpress.com/penciptan adam). Sampai sekarang masih berlangsung, spt pencurian benda2 purbakala warisan-budaya. Invasi serangan ke Irak, penghancuran pertama adalah musium-purbakala dan 3-hari setelah itu beberapa benda warisan-budaya telah berada di luar-negeri…
Pencurian di Musium Radya-Pustaka Sala(karta)….
Seorang Syekh Siti Jenar, sebenarnya sudah melihat/mencium tanda2 penjarahan/perusakan Budaya-Bangsa, dan seorang Bung Karno yang akan merajut kembali NKRI menjadi Mosaik Nuswantara Kertagama Raharja Indonesia.
Kedua tokoh tersebut akhirnya ‘terpancung; oleh HOLLOW-COURSE, yang pertama oleh ‘Ajaran Sesat’ dan yang kedua oleh G30S-PKI…
BUDAYA adalah laksana Akar-Tunggang/Tunjang sebuah Pohon, yang akan menjadikannya TUMBUH BERKEMBANG, KOKOH-RINDANG, BERUMUR-PANJANG…DAN MEMBERIKAN KESEJUKAN SERTA KETEDUHAN…
Namun apabla Akar-Tunggang/Tunjang ini kita hilangkan, jadilah Pohon-Kerdil (istilah kerennya Bonsai)…
Dan kita sedang menjalani PROSES PENGKERDILAN BANGSA…
Contoh nyata, Aborigin, Aztec, Inca, Maya… Dan ini bukannya tidak tidak mungkin menjadi SILENT-GENOCIDE…. Sangat memprihatinkan bahkan mengerikan…….
Berkait dengan pengalaman saya diatas, ijinkan saya menyampaikan usul thd judul artikel penjenengan REVOLUSI menurutsaya (maaf, jelas subyektif) kurang cukup dan kurang pas. Kalau setuju, sekedar urun-rembug, bagaimana kalau diubah “TRIWIKRAMA-BUDAYA”
Sekali lagi mohon maaf…sekedar usulan saja.
Mari kita bergandeng-tangan mengembalikan dan mengangkat HARKAT DAN JATI-DIRI BANGSA DISERTAI RASA BANGGA AKAN TITAH/FITRAH SERTA SELALU ELING AKAN SANGKAN PARANING DUMADI…….
Salam TRIWIKRAMA…kagem panjenengan kekalih
Rahayu…
wong alus says:
June 10, 2009 at 3:26 am
Yth KI SABDA, matur nuwun. Urun renbugnya juga saya posting di blog alang alang kumitir. Saya punya usul agar Pernyataan-Pernyataan di blog ini nantinya bisa kita sebarkan ke website-website yang laindan juga kita print dan kirimkan ke para Raja di (sementara ) Empat Kerajaan di Jawa agar mereka menyadari dan melek eksistensinya sebagai panjer hidup budaya.
Yth Mas dBo; matur nuwun dukungannya, dan usul TRIWIKRAMA BUDAYA adalah usulan yang tepat mas. Akan kami diskusikan dengan mas Kumitir dan bila sepakat, kata REVOLUSI akan diubah dengan TRIWIKRAMA BUDAYA saja. Dan saya usul bagaimana bila para kadang semua yang membuat pernyataan disini dicatat sebagai pembuat pernyatan?. Monggo bila berkenan untuk mempublish bareng2 di blognya masing-masing dan mencantumkan nama pembuat pernyataan termasuk nama Mas dBo.
Tanggapan Panjenengan ini juga kami posting di blognya Mas Kumitir.
Terima kasih. Salam perjuangan TRIWIKRAMA BUDAYA!
sikapsamin berkata,
Juni 10, 2009 pada 10:51 am
Selamat…dan Mangayubagya atas artikel?pernyataan bersama sedulurku Mas Kumiktir dan Mas Alus…
“REVOLUSI BUDAYA”, isinya sangat mengena…
Banget anggonku bungah membuncah, karena bertambahnya Sedulur Tunggal Sikep…
Samin adalah Sikap…..
Rasanya saya sulit menambah komentar…
Malah saya merasa ketinggalan kereta…
Sudah ada komentnya Mas Sabda yang tidak perlu diragukan akan dukungannya, Mas dBo yang analisanya membuat saya ikut ngeri…SILENT-GENOCIDE…dan Mbak Ratudhanyang…komentnya singkat tapi cabe rawitnya cukup banyak…pueddesss tenan..he..he..he..
Lha iya..ya..mbak Ratu, lha Kraton kok dipakai ‘uji-nyali’
Tapi mencermati komentnya mas dBo tentang usulan “TRIWIKRAMA BUDAYA” saya sarujuk sekali… Rasanya lebih punya nilai asli…, sedangkan kata REVOLUSI sudah kita pakai dalam merebut Kemerdekaan, apalagi digabung dg (ke)BUDAYA(an), saya khawatir dicap menjiplak China yang akhirnya melahirkan Tragedi-TianAnmen…
REFORMASI yang kita adakan th.1998, akhirnya apa hasilnya, kemana arahnya…
tidak jelas…
TRIWIKRAMA dalam batasan MEMBANGUN – MEMELIHARA – MEREKONSTRUKSI…
Satu hal yang mungkin perlu segera kita pikirkan yaitu MEMBANGUN infrastruktur yang mengarah kepada Pengembangan-Kepariwisataan, yang mana sektor ini sangat erat kaitannya dengan SEni(Budaya), disamping kemampuannya yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja sektor informal (para seniman/pengrajin benda2 cindera-mata dsb)…
Maaf Mas Alus dan Mas Kumitir, saya agak terhanyut dalam rasa prihatin melihat banyaknya sedulur2 kita yg menganggur, kelaparan, kurang-gizi dst2nya…
Kalau masih ada lowongan daftar Pernyataan-Sikap, saya siap tapi cap-jempol, kalau stempel adanya stempel log kayu jati..he..he..he.. Tapi serius…SIAP.
Salam seduluran ing sejatine sedulurku berdua…
Samin adalah Sikap…..
lelakone sampun tancep kayon…
wahyunipun sampun oncat saking poro nalendra ingkang lenggah wonten kraton…
sak meniko ngerantos bubuko lelakon anyar sak bibaripun lelakon goro-goro…
Agustus 3, 2009 pada 1:17 pm
Saudaraku…, Sebangsa dan Setanah Air, Satu Tumpah Darah Indonesia, Berbahasa Satu Bahasa Indonesa. Perkenankan saya setitik air di Samudra Masyarakat dengan nama “Impoen Samudra” datang dari Laut Selatan JOGJAKARTA, yang memiliki hak yang sama seperti saudara-saudara yang lain dalam hidup berbangsa dan bernegara karena sejatinya kita adalah sama (Ciptaan dan Umat Tuhan) dan semoga apa yang Ada di dalam tulisan ini dapat menjadikan Solusi bagi Bangsa Indonesia Tercinta dimana banyak yang telah lepas kontrol dan telah lupa akan PESAN SUCI NENEK MOYANG KITA. “Kutitipkan Bangsa dan Negara Ini Kepadamu”. Ingat Saudara kita tinggal menjaga dan meneruskan bukan merintis, lalu bagaimana jika menjaga saja tidak bisa….???.
Saudara-saudaraku sekalian, Setelah Melihat, Mengamati, Menimbang kejadian dalam berpolitik serta kehidupan dalam berbangsa dan bernegara yang semakin hari semakin membahayakan serta sangat mengancam kelangsungan hidup Tumpah Darah dan Kedaulatan NKRI, di tambah lagi dengan adanya Aksi TERROR, Maka mohon dengan hormat buat Saudaraku “JAGO WIRING KUNING”. yang tak lain adalah TNI Mohon dengan hormat Jangan Hanya Diam Saja.
Apakah saudara lupa bahwa tugas Saudara adalah sebagai “BENTENG-BENTENG NEGARA”. dimana paruhmu tajam bak sembilu, Tubuhmu kekar, Otot kawat balung wesi, Bulu dan Sayapmu Berkembang di seantero Bumi Nusantara mengayomi seluruh Anak Bangsa yang rindu akan Arti sebuah KEMERDEKAAN SEJATI dalam bingkai NKRI. Kakimu berdiri kokoh di atas Bumi Nusantara, Jalu/Tajimu Tajam siap menusuk Pengkhianat NKRI, Cakarmu begitu kuat mencengkram BUMI NUSANTARA dengan semangat “Bihneka Tunggal Ika”.
INGAT… Saudara…!!! Tugas utama Saudara adalah “MENGAMANKAN BANGSA DAN NEGARA” Jadi sekali lagi mohon dengan hormat tolong segera ambil tindakan tegas : 1. SELAMATKAN BANGSA DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)”. 2. BERSIHKAN GARUDA PANCASILA DARI KUTU DAN JAMUR. 3. PERKOKOH PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA DENGAN SEMANGAT “BIHNEKA TUNGGAL IKA”. 4. AMBIL SIKAP DAN TINDAKAN TEGAS MANA YANG WAJIB DI SELAMATKAN, MANA YANG MASIH BISA DI DIDIK, DAN MANA YANG HARUS DI LEBUR. 5. JANGAN TAKUT DENGAN HAM DAN PERATURAN YANG SENGAJA DIBUAT DENGAN TUJUAN UNTUK MEMPERLEMAH KEKUATAN SAUDARA, INGAT SAUDARA…!!! JIKA SAUDARA LEMAH, MAKA NKRI YANG KITA CINTAI JUGA IKUT LEMAH.
Maka dari itu BERTINDAKLAH…!!! ————————————————- Buat Saudara-saudaraku sesama setitik air disamudra masyarakat… ada pertanyaan yang mendasar yang harus Saudara renungkan dan jawab di dalam HATI NURANI, JANTUNG, dan OTAK Kita. Mengenai Rasa Cinta dan bhakti ke pada Ibu Pertiwi yang di sebut juga INDONESIA: 1. SAUDARA KAMU LAHIR DIMANA ? 2. KAMU HIDUP DIMANA ? 3. KAMU MAKAN DARI HASIL BUMI MANA ? 4. LALU KOTORANMU KAMU BUANG DIMANA ? 5. NANTI JIKA KAMU MATI KAMU AKAN DI KUBUR DIMANA ? 6. PILIH SALAH SATU APA DI: ARAB, AMERIKA, CHINA, INDIA ATAU…. DI INDONESIA/NKRI…???!!!. Silahkan Saudara Renungkan dan jawablah didalam HATI NURANI, JANTUNG, dan OTAK Saudara.
Marilah Saudara-saudaraku, yang masih memiliki rasa Cinta dan bhakti kepada Ibu Pertiwi. Mari bersama kita tanamkan tekat yang kuat didalam “HATI NURANI, JANTUNG serta OTAK kita”, dan kita berdayakan kemampuan diri kita masing-masing, Bersatu bersama Benteng-benteng Negara, Bentangkan Rantai Baja Persatuan, dan Tanamkan Sikap Kemandirian Bangsa, kita teruskan dan kita wujudkan secara bersama-sama Negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo”, tanpa mamandang “SARA” dan “INGAT” jangan sekali-kali menunggu datangnya “Sang Tunjung Seto” karena jika Saudara sekalian yakin telah menemukan DIRI SEJATI di dalaman kejernihan HATI NURANI adalah bagian dari “TUNJUNG SETO” itu sendiri. Akhir kata: “Ayoo… bersama kita tunjukan kepada dunia bahwa kita mampu “BANGKIT..!!!”, dan Jangan buat leluhur Nusantara malu”.
Mohon maaf jika ada yang salah mohon di tunjukan letak kesalahanya dan tolong di luruskan.
Salam. NKRI HARGA MATI….!!!! JAYALAH INDONESIAKU…!!!
Yth. Sedulur Sejati mas Mahendrattunggadewa,
Inggih leres mas, sampun tancep kayon lan gantos lelakon …
Sumonggo kita, adedasar semangat Bhinneka Tunggal-Sikep lan Mikul Dhuwur Mendhem Jero, cancut tali wondo Mengembalikan Bakuh-Kukuh-Utuh ing NKRI…
Salam ing Sejatining Seduluran…Nuwun
Samin adalah Sikap
@Yth. Sedulur Sejati mas Mahendrattunggadewa,
Inggih leres mas, sampun tancep kayon lan gantos lelakon …
Sumonggo kita, adedasar semangat Bhinneka Tunggal-Sikep lan Mikul Dhuwur Mendhem Jero, cancut tali wondo Mengembalikan Bakuh-Kukuh-Utuh ing NKRI…
Salam ing Sejatining Seduluran…Nuwun
Samin adalah Sikap
@Yth.Sedulur Sejati mas Impoen Samudra,
Terima Kasih yang tak dapat digambarkan atas Ijin Copas yang diberikan,
Isi pesan yang terkandung didalamnya akan lebih memantapkan semangat serta memperluas ke-Bhinneka-an Tunggal-Sikep diPersada NKRI,
Bakuh-Kukuh-Utuh…NKRI
NUSWANTARA KERTAGAMA RAHARJA INDAH
Samin adalah Sikap
Informasi penting. Thanks banget.
@ Yth. Sedulur Sejati mas Kaimun,
Sumangga…silahkan,
Terimakasih kunjungannya
Bhinneka Tunggal-Sikep
Bakuh-Kukuh-Utuh…NKRI
NUSWANTARA KERTAGAMA RAHARJA INDAH
Samin adalah Sikap
SUPATA NUSANTARA
Heh ya kemladeyan ngrepak tunggak
Geniku sakpelik munggah krapak
Dennya jinejer pamong kawula dasih
Drana driya ora ateges kalindhih
Bumi wus gumelar
Langit belang amba
Hambeg deksura aglar
Wohira pinasthi tumiba
Wus katrem anggonmu dlajigan
Canthula ambondhan ngidak-idak sirah
Dening kodratingsun samya kaprabawan
Sajenku jangkep kembang macan kerah
Asta kekalih angigel laras
Dak gawe wayangan sewengi natas
Lakon bandayudha silih busana
Anderpati horeging bawana
Hiya iki supata Nusantara
Pecahing raga
Pecahing rasa
Pecahing sukma
Sukma ketula-tula ketali
Rasa rasaning nagari
roganing Brawijaya duk ing nguni
…….bumi gonjang-ganjing… langit kelap-kelap… sungsang bawana walik…….
sadar adalah tanda kehidupan..makasih atas kunjungan di http://www.spiritualkita.co.cc ..ana belum paham betul soal budaya jawa..ana ingin belajar lebih dalam..karena nenek moyang ana bukan dari jawa..tapi ana yakin..sikap samin ini berasal dari kesadaran yang luar biasa…ajaran sejati mengajarkan kpd semua yang menganggap hati adalah tempat yang suci..dan kecintaan akan yang Tunggal adalah dasar kesadaranya…
bukan krn anda, cuma minjem aja ungkapannya, kayaknya enak buat propaganda, provokasi, dan agitasi, jadi maaf kalo ‘tersenyum’
@ 3/4…
Terimakasih kunjungannya,
Maaf jangan kelamaan ‘tersenyum’nya, nanti bisa 2/4…
mas bukan pak yulianto kan yg dari blora?kok jrg nongol komennya?cek sound doang mas
Mas Akhaghsf… Yth,
Terima kasih kunjungannya,
Saya bukan pak Yulianto yang panjenengan maksud
Sekali lagi terima kasih atas kunjungannya
Salam Kenal dan
Salam…JASMERAH
aku tahu siapa kamu,hehehehe cah blora, tiwikrama itu artinya apa?
@lontong kasarung,
Terima kasih kunjungannya,
tiwikrama…tepatnya TRIWIKRAMA artinya TRI=3(tiga), WIKRAMA=berpadu/bersinergi…
Blora? Mendekati, nilainya (60-70)% hehehe…
Sekali lagi terima kasih kunjungannya
Salam…JASMERAH
Bhinneka Tunggal Sikep
Ya…dasaran memang orang indon gak siap hidup enak/senang.
Baru bisa nyimpan stok pangan buat 1 minggu saja,menghayal ngalor-ngidulnya untuk setahun.
Selera rendahan,merasa hidup senang/enak jika tidak perlu bekerja.